Lokasi kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak. Lokasi ini sulit dijangkau karena berada di tebing curam. Tidak mudah mencapai lokasi
kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100.Tim SAR tidak hanya harus
berjibaku dengan medan berat,tapi juga mesti berhadapan dengan cuaca
yang sering mendadak berubah. Butuh perjuangan keras untuk mencapai
titik kecelakaan tragis itu.Seberapa sulit? Lokasi kecelakaan Sukhoi
Superjet 100 di ketinggian 2.088 meter dari permukaan laut (mdpl) Gunung
Salak,Cijeruk, Kabupaten Bogor,itu dapat ditembus melewati jalur Loji.
Inilah jalan setapak yang oleh penduduk setempat dijuluki sebagai jalur tengkorak. Jalur Loji di ketinggian sekitar 800 mdpl di Kampung Loji,Desa Pasir Jaya, Cigombong, Kabupaten Bogor, relatif masih mudah dilalui karena cukup landai dan didominasi perkebunan teh serta kopi di sekitarnya. Kesulitan melintasi jalur ini mulai dirasakan pada ketinggian 1.000 mdpl.Semak belukar semakin rapat menutup jalur setapak selebar 50-60 sentimeter itu.
Lebih dari itu, tanjakan pun semakin terjal, bahkan hingga sekitar 85%. “Jalur ini sering digunakan warga untuk mencari kayu bakar dan mengambil pohon. Makanya mirip selokan,”ujar Dadi Sunardi,44,warga Kampung Loji yang bergabung dengan tim SAR dan wartawan melakukan pendakian. Dia menyatakan,tidak hanya dikenal sangat terjal dan licin, jalur ini juga termasuk jarang dilalui karena sangat erat dengan cerita-cerita misteri.
Cerita mistis ini masih dipercaya masyarakat setempat. Terjalnya medan memaksa banyak orang yang melintasi jalur ini harus tertatih-tatih. Para pendaki juga sering dipaksa merayap karena harus melintasi tebing licin dengan ketinggian mencapai dua meter. Pada tanjakan tertentu, pendaki juga harus bergelantungan pada akar pohon atau semak belukar agar sampai ke ketinggian.
”Sulit kalau hanya mengandalkan tenaga saja tanpa berpegangan pada akar atau semak belukar.Makin ke atas, energi semakin terkuras,”kata Dadi.SINDO yang turut dalam pendakian pada Rabu (10/5) itu merasakan jalur Loji tidak mudah dilewati.Selain tanjakan terjal hampir di sepanjang perjalanan,risiko juga datang dari kondisi jalan yang licin. Di ketinggian 1.200 mdpl, rute yang harus dilewati makin terjal dan banyak ditemui jurang di sisi kanan-kiri jalur.
Di titik itu rombongan mendapati tujuh ransel anggota TNI yang ditinggalkan begitu saja.Terlihat bahwa anggota TNI yang lebih dulu melakukan pencarian mengurangi beban karena medan semakin berat.Sulitnya medan juga memaksa banyak orang untuk memutuskan mundur sebelum sampai di titik lokasi jatuhnya pesawat.”Kami turun dulu ke posko Kampung Loji karena tak kuat mendaki lagi,”ujar sejumlah wartawan yang mencoba mencapai lokasi.
Hal yang sama juga dilakukan kelompok ormas yang turut berpartisipasi mendaki dan melakukan pencarian. Mereka memutuskan turun ke posko karena jalur semakin curam dan perbekalan yang menipis.”Perbekalan habis, padahal masih tiga jam lagi ke lokasi Sukhoi,”ujar salah satu anggota rombongan saat ditemui di ketinggian 1.700 mdpl. Gunung Salak berada di kawasan Taman Nasional Gunung Salak-Halimun (TNGHS).
Gunung yang memilik ketinggian hingga 2.800 mdpl itu berada di dua wilayah, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.Pendakian ke Gunung Salak bisa ditempuh melalui tiga pintu masuk yakni pintu Cidahu,Kabupaten Sukabumi,Loji dan Pasirpogor di Kecamatan Cijeruk, dan melalui pintu Sukamantri, Tenjolaya, Bogor. Trek pendakian ke Gunung Salak dinilai lebih sulit dari Gunung Halimun ataupun Gede-Pangrango.Selain jalur yang terjal,kawasan Gunung Salak juga dikenal dengan lokasi hampa udara.
Sebelum pesawat Sukhoi Superjet 100 jatuh,pada 2008 pesawat Cassa 212 yang mengangkut 12 peneliti juga jatuh di Gunung Malang,kawasan Gunung Salak 2,Tenjolaya,Bogor. Bukan hanya medan terjal, tantangan berat lain saat mendaki Gunung Salak adalah kabut tebal.”Kabut tebal ini juga diduga menjadi penyebab ketika dulu ada enam siswa STM hilang,”kata Dadi.
Kepala Operasi Penyelamatan Korban Sukhoi,Ketut Parwa,mengungkapkan,karakteristik Gunung Salak sangat terjal dan cuacanya sangat dinamis.“Cuaca sulit ditebak. Sering terjadi di bawah (kaki gunung) terang,tapi di atas kabut dan mendung gelap datang mendadak.Kalau sudah begitu,jarak pandang biasanya hanya sekitar 10-100 meter.Karena itu,pencarian sering terkendala cuaca,”ungkapnya.
HARYUDI
Bogor
Inilah jalan setapak yang oleh penduduk setempat dijuluki sebagai jalur tengkorak. Jalur Loji di ketinggian sekitar 800 mdpl di Kampung Loji,Desa Pasir Jaya, Cigombong, Kabupaten Bogor, relatif masih mudah dilalui karena cukup landai dan didominasi perkebunan teh serta kopi di sekitarnya. Kesulitan melintasi jalur ini mulai dirasakan pada ketinggian 1.000 mdpl.Semak belukar semakin rapat menutup jalur setapak selebar 50-60 sentimeter itu.
Lebih dari itu, tanjakan pun semakin terjal, bahkan hingga sekitar 85%. “Jalur ini sering digunakan warga untuk mencari kayu bakar dan mengambil pohon. Makanya mirip selokan,”ujar Dadi Sunardi,44,warga Kampung Loji yang bergabung dengan tim SAR dan wartawan melakukan pendakian. Dia menyatakan,tidak hanya dikenal sangat terjal dan licin, jalur ini juga termasuk jarang dilalui karena sangat erat dengan cerita-cerita misteri.
Cerita mistis ini masih dipercaya masyarakat setempat. Terjalnya medan memaksa banyak orang yang melintasi jalur ini harus tertatih-tatih. Para pendaki juga sering dipaksa merayap karena harus melintasi tebing licin dengan ketinggian mencapai dua meter. Pada tanjakan tertentu, pendaki juga harus bergelantungan pada akar pohon atau semak belukar agar sampai ke ketinggian.
”Sulit kalau hanya mengandalkan tenaga saja tanpa berpegangan pada akar atau semak belukar.Makin ke atas, energi semakin terkuras,”kata Dadi.SINDO yang turut dalam pendakian pada Rabu (10/5) itu merasakan jalur Loji tidak mudah dilewati.Selain tanjakan terjal hampir di sepanjang perjalanan,risiko juga datang dari kondisi jalan yang licin. Di ketinggian 1.200 mdpl, rute yang harus dilewati makin terjal dan banyak ditemui jurang di sisi kanan-kiri jalur.
Di titik itu rombongan mendapati tujuh ransel anggota TNI yang ditinggalkan begitu saja.Terlihat bahwa anggota TNI yang lebih dulu melakukan pencarian mengurangi beban karena medan semakin berat.Sulitnya medan juga memaksa banyak orang untuk memutuskan mundur sebelum sampai di titik lokasi jatuhnya pesawat.”Kami turun dulu ke posko Kampung Loji karena tak kuat mendaki lagi,”ujar sejumlah wartawan yang mencoba mencapai lokasi.
Hal yang sama juga dilakukan kelompok ormas yang turut berpartisipasi mendaki dan melakukan pencarian. Mereka memutuskan turun ke posko karena jalur semakin curam dan perbekalan yang menipis.”Perbekalan habis, padahal masih tiga jam lagi ke lokasi Sukhoi,”ujar salah satu anggota rombongan saat ditemui di ketinggian 1.700 mdpl. Gunung Salak berada di kawasan Taman Nasional Gunung Salak-Halimun (TNGHS).
Gunung yang memilik ketinggian hingga 2.800 mdpl itu berada di dua wilayah, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.Pendakian ke Gunung Salak bisa ditempuh melalui tiga pintu masuk yakni pintu Cidahu,Kabupaten Sukabumi,Loji dan Pasirpogor di Kecamatan Cijeruk, dan melalui pintu Sukamantri, Tenjolaya, Bogor. Trek pendakian ke Gunung Salak dinilai lebih sulit dari Gunung Halimun ataupun Gede-Pangrango.Selain jalur yang terjal,kawasan Gunung Salak juga dikenal dengan lokasi hampa udara.
Sebelum pesawat Sukhoi Superjet 100 jatuh,pada 2008 pesawat Cassa 212 yang mengangkut 12 peneliti juga jatuh di Gunung Malang,kawasan Gunung Salak 2,Tenjolaya,Bogor. Bukan hanya medan terjal, tantangan berat lain saat mendaki Gunung Salak adalah kabut tebal.”Kabut tebal ini juga diduga menjadi penyebab ketika dulu ada enam siswa STM hilang,”kata Dadi.
Kepala Operasi Penyelamatan Korban Sukhoi,Ketut Parwa,mengungkapkan,karakteristik Gunung Salak sangat terjal dan cuacanya sangat dinamis.“Cuaca sulit ditebak. Sering terjadi di bawah (kaki gunung) terang,tapi di atas kabut dan mendung gelap datang mendadak.Kalau sudah begitu,jarak pandang biasanya hanya sekitar 10-100 meter.Karena itu,pencarian sering terkendala cuaca,”ungkapnya.
HARYUDI
Bogor
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/494260/
0 comments:
Posting Komentar